Langsung ke konten utama

Cerpen Bahasa Indonesia


Kue Cucur Pembawa Berkah
Oleh Menapak Dunia


            Brukk!!, “Aduh...” Kusadari aku terjatuh dari tempat tidur, terbangun dari mimpiku semalam. Jidatku terasa sedikit sakit karena terbentur lantai. Dengan segera kuraih jam beker di atas meja, angka menunjukkan pukul 5.00 pagi. “Ya ampun sudah jam 5.00 tapi aku belum apa-apa,” gerutuku. Bagaimana tidak kawan, biasanya setiap hari aku bangun pukul empat atau setengah lima pagi, untuk menyiapkan kue cucur yang Ibu buat, dan sekarang kau lihat sendiri aku bangun terlambat. Aku kemudian langsung pergi mengambil air wudhu lalu shalat, setelah itu mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah. Di dapur, aku melihat Ibu sedang sibuk menata kue-kue itu. “Sepertinya Kau terlambat bangun, Kau tampak terburu-buru sekali.” ucap Ibu. “Ya, Ibu benar aku terlambat bangun pagi ini, mungkin karena tadi malam terlalu lelah mengerjakan tugas,” jawabku.
“Nah cepat gih sarapan, ini sudah Ibu tatakan kue-kuenya.” suruhnya sambil memberi seulas senyum.
“Baik Bu.” balasku.
            Kumakan nasi goreng buatan Ibu dengan segera, jangan sampai aku telat ke sekolah. Setelah selesai, aku berpamitan dan pergi ke sekolah dengan membawa satu keranjang kotak lumayan besar berisi kue cucur. Kue itu biasanya kutitipkan di kantin sekolah, nanti kalau sisa saat berjalan pulang dari sekolah biasanya di jalan ada yang beli. Kalau masih belum habis ya dibawa pulang, di rumah nanti dimakan atau dibeli sama tetangga, atau diberikan pada orang sekitar. Setiap hari aku berangkat sekolah jalan kaki, karena memang sekolahku tidak terlalu jauh mungkin hanya kurang dari 2 km. Dan kurasakan pagi ini terasa lebih dingin, kabut juga lumayan tebal. Langkahku tak secepat biasanya, walaupun kusadari 15 menit lagi pintu gerbang mungkin sudah ditutup.
           Napasku sedikit terengah-engah  karena mengejar waktu, untunglah aku tidak terlambat. Pak Satpam sekolah  melihatku sedikit aneh. Aku menuju ke kelas, beberapa teman melihatku dengan heran. Mungkin mereka berpikir tak biasanya aku baru sampai di sekolah jam segini. Setelah itu, segera aku menuju kantin untuk menitipkan daganganku. O iya, kue cucur itu aku jual dengan harga Rp 1000/biji. Memang keuntungan yang didapatkan tidak besar, tapi setidaknya itu bisa menambah penghasilan keluargaku selain dari usaha Ibu menjahit pakaian di rumah. Ya, sejak Bapak meninggal saat aku masih SD kelas 4, aku berusaha untuk membantu Ibu, apalagi aku memiliki 2 orang adik yang masih SD kelas 2 dan 4. Itulah yang memotivasiku untuk sebisa mungkin membantu Ibu dalam menghidupi kami.
       Saat pulang sekolah, aku menuju kantin untuk mengambil barang-barang dagangan. “Bu, bagaimana kuenya? Ada sisa tidak?” tanyaku pada Bu Darmo.  “Oh ada Lin sebentar,” Bu Darmo segera mengambil kue-kue tadi. “Ini, sisanya agak banyak dari biasanya.” katanya. “Tidak apa-apa Bu, terima kasih.” ucapku. Lalu setelah diberi uang hasil penjualan kali ini aku langsung pulang. Di perjalanan pulang, sambil membawa keranjang dagangan aku sedikit melamun, daganganku hari ini sisa lumayan banyak, jadi sudah tentu penghasilan jualan hari ini menurun. Sore itu kendaraan lalu lalang dengan bisingnya, angin yang bercampur dengan asap dan debu menerpa wajahku, langit juga tampak menghitam tanda hujan akan turun. Aku sedikit mempercepat langkahku. Dan tiba-tiba aku agak kaget ketika melewati taman terlihat sebuah bungkusan paket besar di bawah sebuah bangku taman. “Ini apa? Kok bisa ada di sini.” tanyaku dengan raut wajah kebingungan. “Masak iya, orang meninggalkan paket begitu saja di sini.” batinku. Aku pun memutuskan membawa pulang paket itu. Besok mungkin akan kukembalikan pada alamat yang tertera di bungkus cokelat itu dengan tulisan spidol.
           Ceklek... “Assalamu’alaikum.” aku membuka pintu pelan. Di ruang tamu duduk Ibuku dengan gurat wajah tampak sedih, saat lebih lekat kulihat ternyata beliau menitikkan air mata. Pertanyaan bergumul dalam hati. Ada apa dengan Ibuku ini, mengapa dia begitu sedih. Siapa yang berani menggores hatinya.
           Aku lalu bertanya pelan pada Ibu, “Bu, Ibu kenapa menangis?”
         “Tadi ada orang yang datang ke rumah, dia bilang ini sudah jatuh tempo untuk bayar kontrakan, tapi Ibu belum punya uang cukup buat bayar. Ibu takut kalau Ibu nggak bisa melunasi uang kontrakan bulan ini.” tutur Ibu sedih.
        Aku lalu termenung, memikirkan bagaimana aku bisa membantu Ibu untuk mencukupi uang kontrakan. Apalagi sekarang dagangan kuenya sisa banyak. Kasihan Ibu, aku tidak tega apabila Ibu didatangi penagih uang kontrakan itu, takutnya kalau Ibu belum bisa bayar dia suruh orang lain, yang bisa-bisa melakukan sesuatu yang kasar pada Ibu.
         Kalau sampai kami diusir, kami akan tinggal di mana. Rumah kami yang dulu sudah digusur karena akan dibuat gedung-gendung pencakar langit itu, dengan uang ganti yang tidak seberapa. Padahal kau tahu sendiri hidup di kota besar seperti Jakarta ini tidak mudah, biaya hidup di sini mahal. Aku bersyukur punya tempat untuk berteduh dan bisa sekolah.
            “Itu apa Lina,” Ibu membuyarkan lamunanku.
            “Oh ini Bu, tadi Lina menemukan bungkusan ini saat pulang sekolah.” jawabku.
“Kau harus kembalikan ini pada alamat yang ada di sini Lina.”
“Ya, besok aku kembalikan.” tekadku bulat.
“Ya sudah sekarang kamu mandi terus shalat.”
“Baik, Bu.”
Esok harinya, aku bangun dari tempat tidur dan melihat bungkusan itu lekat-lekat. “Ke mana aku harus mengembalikan ini, memang ada sih alamatnya. Tapi aku bahkan belum pernah ke daerah sana,” gumamku dalam hati. “Akan kutemukan alamat ini, dan kukembalikan ini kepada pemiliknya, aku janji.” kataku pada diriku sendiri.
Kemudian, setelah pulang sekolah aku langsung naik angkot dan menunjukkan alamat itu pada sopir. Setelah turun dari angkot, aku harus berjalan beberpa ratus meter untuk mencari rumah yang dituju. Rumah itu terletak di sebuah perumahan di daerah Kebon Jeruk.
Setelah menemukannya, aku mulai masuk karena pintu gerbangnya terbuka. Aku sedikit gugup, lalu kuberanikan diriku untuk mengetuk pintu dengan hati-hati.
“Permisi,”
“Ya, sebentar,” terdengar sebuah sahutan suara perempuan dari dalam. Kemudian pintu itu terbuka. Wanita paruh baya itu menajamkan pandangannya kepadaku. Seorang siswi SMP yang asing berwajah kusam dan bersepatu dekil, membawa sebuah bungkusan yang sepertinya ia kenal.
“Ada apa ya dek?” tanyanya.
“Bu, saya ke rumah Ibu ingin memberikan ini pada Ibu, kemarin saya temukan ini di bawah bangku dekat taman sepulang sekolah.” jelasku.
“Oh ya saya kemarin lupa membawa paket itu, kemarin saya mendapat paket itu dari kurir saat di toko kue saya, terus saat di jalan saya meraasa pusing dan duduk sebentar di taman itu, saya hampir pingsan kemarin, lalu saya diantar oleh seorang warga daerah situ ke rumah. Dan baru ingat malamnya paket itu tidak saya bawa pulang.” jelas Ibu itu.
“Ehmm... kalau boleh tahu paket itu untuk apa ya Bu?” tanyaku penasaran.
“Sini masuk dulu, sampai lupa menyuruh adek masuk,”
“Iya Bu tidak apa-apa.” Ibu itu lalu mempersilakanku duduk dan kemudian menjawab pertanyaanku.
“Jadi, paket itu isinya buku-buku bacaan yang akan Ibu sumbangkan di panti asuhan daerah sini. Ibu membeli buku via online dan dikirim ke toko kue Ibu, karena setiap hari Ibu ada toko,” jelas beliau.
“Oh jadi begitu Buk, wah niat Ibu sungguh mulia.”
“Saya sangat berterima kasih padamu, karena tanpa kamu mungkin niat saya itu jadi tidak terlaksana,” ungkapnya.
“Ya Bu, saya sama sekali tidak kerepotan, saya dengan senang hati bisa membantu Ibu.”
“Kalau boleh tau, itu kamu sekolah kok bawa keranjang? Untuk apa ya?”
“Saya itu membantu Ibu dengan menjual kue cucur di sekolah. Yah memang tidak seberapa, tapi setidaknya bisa menambah penghasilan Ibu sebagai seorang penjahit,” ceritaku.
“Kamu hebat Nak, kamu anak yang mulia,” puji Ibu itu.
“Terima kasih Bu,”
“Ibu lihat kamu seperti sedang ada masalah, ada apa Nak?” tanyanya.
“Ibu saya kemarin didatangi orang yang menagih uang kontrakan, karena belum membayar. Sedangkan uang Ibu saya belum cukup untuk bayar kontrakan. Saya takut kalau-kalau Ibu didatangi oleh orang-orang suruhan pemilik kontrakan dan mereka berbuat kasar pada Ibu.”
“Ya ampun jadi begitu, begini saja, saya akan membantumu untuk membayar tagihan itu, ini sebagai balas budi saya kepadamu Nak. Dan satu lagi, saya punya toko kue, bagaimana kalau Ibu kamu bekerja di tempat saya dan kamu bisa sekolah tanpa terlalu capek untuk berjualan kue setelah pulang sekolah saat kuenya tidak habis.” Katanya menawarkan.
“Lalu bagaimana dengan kedua adik saya, mereka masih SD.” ungkapku.
“Adik-adikmu bisa ikut dengan Ibumu saat bekerja. Nanti, setelah Ibumu punya penghasilan yang cukup, silakan kalian buka usaha sendiri di rumah.
“Wah terima kasih Bu, saya sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan orang seperti Ibu ini.” ucapku penuh syukur. “Oh iya saya sampai lupa tanya nama Ibu,” sambil sedikit tersenyum. Ibu itu tertawa “Saya Yuni, kalau kamu?” beliau balik tanya.
            “Saya Lina,”
“Ibu sangat bangga kepadamu Lina, nanti Kau pulang sampaikan pada Ibumu tentang cerita kita tadi.” Aku mengangguk lalu memeluk Bu Yuni haru. “Ya Tuhan, rasa syukur ini tak henti-hentinya kuucapkan kepada-Mu,” gumamku.


~IMH



Terima kasih kawan sudah membaca cerpen saya kali ini, ada kurang lebihnya mohon maaf. 😀

See you....🙌


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel Percy Jackson (Buku I)

Resensi Novel Percy Jackson and The Olympians: The Lightning Thief Oleh Menapak Dunia a) Identifikasi buku             Judul buku          : Percy Jackson and The Olympians (The Lightning Thief)             Penulis                 : Rick Riordan Penerbit               : Mizan Fantasi Tahun terbit         : Oktober 2016 (cetakan ke-15) Jumlah Halaman : 454 halaman Genre (Aliran)     : Fantasi b) Orientasi        The Lightning Thief merupakan seri pertama dari novel Percy Jackson, novel ini diterbitkan pertama kali pada tahun 2005 versi asli berbahasa inggris di Amerika Serikat. Seri Percy Jackson ya...

Resep Mudah Membuat Nastar Isi Cokelat

      Halo teman-teman! Siapa sih yang tidak kenal dengan kue nastar? Pasti sebagian besar orang sudah familiar dengan kue legendaris yang satu ini. Bahkan, mungkin kue nastar telah menjadi hidangan wajib saat lebaran. Yang paling dikenal dari kue ini adalah kue bulat yang berisi selai nanas. Eittss...tunggu dulu, ternyata kue nastar tidak harus identik dengan isian nanas kok. Banyak beragam pilihan isi yang bisa disesuaikan dengan selera. Nah...salah satu yang akan saya paparkan pada postingan kali ini adalah tentang bagaimana membuat kue nastar dengan isian cokelat. Resep ini bisa kalian cobain di rumah, untuk membuat camilan/hidangan manis untuk keluarga. Langsung aja ini dia resepnya. ☺️ a) Bahan     150 gram margarin     125 gram tepung gula     1 kuning telur     275 gram tepung terigu protein rendah b) Bahan Isi     50 gram margarin     30 gram tepung gula     1 sendok...